Manusia
dan Harapan
Harapan hampir mirip dengan
cita-cita, hanya saja biasanya cita-cita itu adalah sesuatu yang diinginkan
setinggi-tingginya, sedangkan harapan itu tidak terlalu muluk. Harapan tersebut
tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan
masing-masing, Misalnya, Budi yang hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak
mempunyai harapan untuk membeli mobil, karena seseorang yang mempunyai harapan
yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang itu
seperti peribahasa “Si pungguk merindukan bulan”.
Berhasil atau tidaknya suatu
harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan, misalnya saya
mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan datang, tetapi jika tidak ada usaha,
tidak pernah hadir kuliah, bahkan tidak pernah belajar maka, bagaimana dapat
memperoleh nilai A mungkin untuk lulus pun tidak akan bisa. Agar harapan dapat
terwujud, maka perlu usaha yang sungguh-sungguh.
Kerja keras seseorang dapat
di jadikan ukuran untuk menentukan sebuah harapan, karena orang yang bekerja
keras akan mempunyai harapan yang besar pula. Selain bekerja keras juga harus
disertai dengan bantuan unsur dalam yaitu berdoa. Mungkin kita dapat merubah
masa depan bangsa ini dari pemimpinnya baru ke bawah, atau kita sendirilah yang
dapat merubah masa depan bangsa ini.
Seperti di agama Islam yang
mengatakan bahwa Sholat adalah tiang agama, kalau kita masih berbuat maksiat
maka dapat kita lihat bahwa sholat kita belum sepenuhnya benar. Jadi, apabila
kita lihat dari banyaknya masalah di Negara Indonesia ini maka kita dapat
simpulkan bahwa kita sendirilah dan para pemimpin kita yang belum menjalankan
kewajibannya secara benar, sehingga Tuhan Yang Maha Esa memberi kita
"sentilan" agar kita semua sadar apa yang telah kita perbuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar